Friday, October 7, 2016

Apa itu brexit? Brexit telah menjadi saksi sejarah mudik tahun 2016 yang menyisakan duka, pengalaman pahit dan cermin buruknya pengalaman mudik tahun ini.  Sebenarnya, kata Brexit merupakan sebutan bagi keputusan sejarah negara Inggris untuk keluar dari keanggotaannya di Uni Eropa. Sedangkan Brexit disini adalah sangat berbeda dengan Brexit di Inggris.  Di Indonesia Brexit adalah sebutan Brebes Exit Toll yang merupakan sebutan gerbang keluar jalan tol di Brebes, Jawa Tengah. Di Brexit inilah menyisakan pengalaman pahit bagi para pemudik tahun ini. Tepat disini telah terjadi kemacetan ekstrim hingga tak bisa bergerak selama lebih dari 24 jam.
Pintu tol keluar Brexit
Kejadian menjelang hari raya Idul Fitri 6 Juli 2016 (1 Syawal 1417 H) menorehkan catatan kelam dalam sejarah jalan tol di Indonesia dengan meninggalnya belasan pemudik di jalur tol Brebes Exit, Jawa Tengah. Momen mudik yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia bersamaan telah diresmikannya Tol Pejagan - Brebes Timur pada pertengahan bulan Juni 2016, yang merupakan kelanjutan jalur Tol Cipali (yang telah digunakan tahun sebelumnya), sehingga menjadi magnet tersendiri bagi para pemudik untuk melewati dan menggunakan tol dari Jakarta hingga Brebes timur secara langsung.
Kemacetan mengular puluhan kilometer menjelang Brexit
Akibatnya kemacetan yang luar biasa (pada tanggal 3-4 Juli 2016 lalu) di Brexit terjadi karena jalan arteri di Brebes tak mampu menampung kendaraan yang keluar dari jalan tol.  Brexit merupakan tempat pertemuan antara jalur tol dan ruas pantura jalan pantura yang kondisinya lebih sempit.  Selain itu tak ada jalur alternatif yang memadai. Tak ada persiapan dan perencanaan antisipasi  jalur lain untuk mengurai dan membagi arus kendaraan. Kondisi ini diperparah oleh buruknya manajemen lalu lintas di Brebes, skema contra-flow atau lawan arus di gerbang tol Brexit menyebabkan lalu lintas "terkunci" karena volume kendaraan dari arah sebaliknya cukup banyak.  Selain rekayasa lalu lintas yang gagal di lapangan juga tidak diimbangi oleh jumlah petugas yang tak memadai.
Selain faktor diatas, juga tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak ditemui pengendara yang tidak tetib lalu lintas. Dan tak kalah pentingnya adalah infrastruktur jalur mudik yang tidak bisa menampung tingginya volume kepadatan kendaraan yang terus bertambah. Kemacetan ini mengular hingga 30 kilometer dari jalan keluar tol di Brebes atau Brexit.  Ribuan orang baik para penumpang maupun pengemudi terjebak dalam kemacetan luar biasa. 
Pemandangan kemacetan puluhan kilometer di malam hari
Banyak para penumpang dan pengemudi pingsan, akhirnya jumlah korban tewas mulai meningkat karena orang-orang enggan meninggalkan kendaraan mereka saat kemacetan tersebut walaupun kendaraan mereka hanya bergerak maju se inchi per jamnya. Beberapa faktor yang menyebabkan pemudik meninggal dunia antara lain: kondisi kelelahan, kekurangan cairan yang berdampak fatal. Apalagi pada kelompok rentan anak-anak, orang tua, dan pemudik yang mengidap penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, jantung yang dapat meningkatkan resiko.  Ditambah lagi kondisi kabin kendaraan yang relatif sempit serta tertutup dengan pemakaian AC terus-menerus yang menurunkan kadar oksigen serta naiknya kadar CO2 semakin memperparah keadaan.

Kemacetan di Kota Brebes, pertemuan jalan tol dengan jalan pantai utara (pantura)



Berikut ini daftar korban yang meninggal pada tragedi Brexit :


1. Azizah (umur 1 tahun) meninggal dalam perjalanan ke Puskesmas Tanjung pada tanggal 3 Juli 2016. Diduga meninggal akibat keracunan karbon dioksida setelah mobil yang ditumpanginya terjebak macet lebih dari 6 jam menjelang pintu keluar Brexit.
2. Yuni Yati (umur 50 tahun), meninggal dunia setelah dalam kondisi sakit keras terjebak macet di Tol Brebes, pada tanggal 3 Juli 2016 sempat dibawa ke RS Bhakti Asih, namun jiwanya tak tertolong.
3. Turinah (umur 53 tahun), warga Kebumen yang meninggal di rumah makan minang Karang bale pada tanggal 3 Juli 2016.
4. Sundari (umur 58 tahun), warga Kendal yang meninggal dunia karena sakit di Bus Pahala Kencana yang terjebak kemacetan di tol tersebut pada tanggal 4 Juli 2016.
5. Susyani (umur 36 tahun), warga Bogor yang pingsan saat turun dari bus Rosalia Indah, korban mengeluh pusing karena bus yang ia tumpangi kena macet di Tol Brebes. Susyani sempat dibawa ke Puskesmas Larangan sebelum meninggal dunia pada tanggal 4 Juli 2016.
6. Sariyem (umur 45 tahun), warga Banyumas yang diturunkan dari mobil travel di klinik dr. Desy Wanacala. Ibu Sariyem sebelumnya pingsan karena kelelahan setelah itu diperiksa di klinik kemudian meninggal dunia pada tanggal 4 Juli 2016.
7. Suharyati (umur 50 tahun), turun dari bus Sumber Alam karena tidak kuat menghadapi macet. Saat turun ia pingsan dan muntah-muntah. Dalam perjalanan ke rumah sakit dia menginggal pada tanggal 4 Juli 2016.
8. Poniatun (umur 46 tahun), meninggal pada tanggal 4 Juli 2016 merupakan warga Kebumen yang turun dari bus Zaki Trans di rumah makan Mustika Indah, Kecamatan Tonjong. Tak lama kemudian dirinya meninggal dunia.
9. Rizaldi Wibowo (umur 17 tahun), seorang warga Kendal yang meninggal dunia di dalam bul pada tanggal 5 Juli 2016.
10. Sumiatun (umur 67 tahun), seorang warga Serpong, Tangerang yang meninggal dunia di dalam bus pada tanggal 05 Juli 2016.
11. Sri (umur 40 tahun) warga Wonogiri yang meninggal dunia dalam perjalanan saat menggunakan mobil pribadi. Sri meninggal karena serangan jantung pada tanggal 04 Juli 2016.
12. Suhartiningsih (umur 49 tahun) warga Jakarta meninggal di dalam mobil pribadi pada tanggal 05 Juli 2016.

Korban meninggal dalam tragedi Brexit
Banyak pemudik mengeluhkan kemacetan ini, salah seorang pemudik mengungkapkan betapa susahnya kemacetan ini. Jarak antara Jakarta ke Wangon, Banyumas sekitar 400 km harus dilalui dalam waktu 40 jam. Pemudik tersebut  berangkat dari Jakarta hingga keluar dari Brexit   yang seharusnya ditempuh dalam waktu 8 jam, molor menjadi 36 jam, dan itupun belum sampai tujuan. Tentunya para pemudik ini tidak akan menyangka waktu tempuh perjalanan bakal molor sedemikian, sehingga mereka juga tidak mempersiapkan bekal yang cukup. Padahal tujuan mereka masih lumayan jauh. 
Sebagian pemudik hingga ada yang depresi dan keluar dari mobilnya hingga berteriak-teriak saking tak kuasanya memendam rasa stress berat yang mendera selama terjebak dan berjibaku di tengah kemacetan parah.



Belum lagi BBM yang langka. Bayangin, bensin sebotol besar aqua dijual dengan harga Rp.50ribu. Begitu datang, langsung diserbu penduduk sekitar yang memborong dengan menggunakan jerigen, untuk kemudian dijual lagi. Para pemudik menyesalkan bukannya lebih cepat lewat tol, akan tetapi lebih lama bahkan harus menginap dijalan tol. Pemandangan yang sangat brutal terjadi ketika jutaan manusia terjebak dileher botol pintu keluar tol Brebes tanpa bisa berbuat apa-apa. 

Mengisi bensin dengan harga super mahal Rp. 50.000/botol
Susahnya mau buang air kecil disiasati pemudik dengan menggunakan pembalut/popok, namun penduduk sekitar juga menyediakan beberapa WC sederhana berbayar untuk buang air. kecil. Tapi bagi pemudik yang tak sabar menahan buang air kecil dan besar, banyak turun ke sawah-sawah masyarakat sekitar di pinggiran jalan tol untuk melakukan buang air kecil maupun besar.
Bahkan media luar negeri tak luput memberitakan peristiwa ini, misalnya kutipan yang diterbitkan tanggal 7 Juli 2016, Daily Mail mempublikasikan judul "Is this the worst traffic jam? Fifteen motorists die in three days after getting caught in gridlock at Indonesian junction....named BREXIT (Apakah ini kemacetan lalu lintas terburuk di dunia? 15 pengendara tewas dalam 3 hari setelah terjebak dalam kemacetan di persimpangan Indonesia...bernama BREXIT.
Kemacetan menjelang Brexit di malam hari
Setelah kejadian itu beberapa komentar menanggapi kejadian Brexit ini pun bermunculan. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyoroti tak berjalannya sistem pembayaran elektornik sebagai penyebab kemacetan arus mudik. Ia pun meminta Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) dan operator jalan tol berinovasi dan mengintesifkan sistem pembayaran non tunai. "Kalau tolnya masih bayar tunai, pasti akan macet," ujar Jonan. Jonan pun membuka wacana untuk menggratiskan tarif tol saat terjadi kemacetan panjang.


Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui kemacetan di jalur mudik disebabkan oleh infrastruktur yang tak memenuhi standar dan pembangunan tol Trans Jawa yang belum rampung. "Belum rampung semuanya, sehingga pintu keluar tol berpapasan dengan dua arus, seperti di Brebes," kata Darmin, dan ia berjanji akan mempercepat pembangunan tol Trans Jawa hingga mencapai Surabaya.
Seorang bapak menggendong bayinya di tempat kemacetan



Kepala BPJT, Herry Trisaputra Zuna, mengatakan kemacetan terjadi lebih disebabkan oleh lonjakan volume kendaraan yang berlebihan. "Rekayasa lalu lintas di pintu keluar tol harus dikelola bersama," ujarnya. Herry pun menganggap pembebasan tarif saat terjadi kemacetan lebih dari 5 kilometer sebagai solusi awal, selain menambah gardu dan petugas untuk menjemput tiket. Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto menyarankan para pemudik agar memilih jalur lain. "Jangan hanya lewat tol", sarannya.



Dari semua pendapat di atas yang menjadi masalah serius adalah regulasi yang mengatur tentang peningkatan kualitas jalan dan pembangunan jalan yang tidak sinkron antara pembangunan jalan ton dan jalan non tol. Pada umumnya pembangunan pintu tol keluar jalan tol tidak terkoneksi dengan baik dengan jalan non tol. Pembangunan jalan tol seolah tidak mau tahu dengan kondisi jalan non tol sebagai pintu keluarnya (exit) jalan tol. 

Satu keluarga sholat berjamaah di jalan tol
Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan Danis H. Sumadilaga mengatakan, kemacetan yang terjadi di jalur Pantura antara Brebes dan Tegal akibat adanya pasar dan perlintasan kereta api. "Kemudian kemacetan di tol-nya terjadi antara Kanci dan Brebes karena adanya penumpukan kendaraan di rest area". Danis mengakui rest area sepanjang tol Cikopo-Palimanan kurang memadai, dengan total panjang jalan tol 116 kilometer harusnya setiap 20-30 kilometer ada rest area dengan beberapa tipe.



Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo akhirnya mengatakan, pemerintah sebelumnya sudah mengantisipasi kemacetan panjang dalam musim mudik Lebaran 6 Juli 2016 dengan mempercepat pembangunan jalan tol dan perbaikan jalan. Namun diakuinya bahwa antisipasi itu kurang cukup. Atas kejadian kelam itu Mendagri Tjahjo Kumolo, atas nama pemerintah khususnya Kemendagri menyampaikan permohonan maaf kepada publik dan para pemudik. Ia berjanji pemerintah akan mengevaluasi atas peristiwa Brexit tersebut supaya tidak terjadi lagi di musim mudik Lebaran berikutnya.
tragedi Brexit
Pemandangan kemacetan di Brexit




Langkah antisipasi pun telah disiapkan pemerintah, antara lain: rencana pembangunan 5 jembatan layang (fly over) di perlintasan sebidang kereta api di Klonengan-Prupuk, Dermoleng-Ketanggungan, Karangsawah, Kretek-Paguyangan dan Kesambi. Diperkirakan pembangunan fly over akan menelan dana Rp. 620 miliar. Adanya fly over diharapkan ketika arus lalu lintas padat, arus kendaraan bisa diarahkan keluar jalan tol untuk melewati jalan Pantura. Langkah lain yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan mempercepat pembangunan tol Trans Jawa hingga Surabaya, ditargetkan dari Merak-Surabaya bisa terhubung di tahun 2018 dengan jalan tol. Semoga lekas terwujud dan tidak ada kejadian seperti ini terulang lagi di masa yang akan datang, amiin.